Rancangan
Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, subyek utamanya
adalah nelayan. Nantinya akan mengatur mengenai perlindungan, dan memberdayakan
nelayan dan pembudidaya.
“Ada
yang mendasari perlunya nelayan dilindungi dan diberdayakan, sehingga dapat
diwujudkan suatu kondisi nelayan yang merupakan subyek hukum potensial memberikan
kontribusi kepada bangsa dan Negara,” kata Jhonson Deputi Perundang-undangan (PUU)
Setjen DPR RI, K Jhonson Rajagukguk, Selasa (31/3) di Gedung Parlemen, Jakarta.
Hal
itu mengemuka dalam Diskusi mengenai RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan
Nelayan, yang dihadiri jajaran Dirjen Perikanan Tangkap, Dirjen Kelautan
Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Perikanan Dirjen Perikanan Budidaya, dan Biro Hukum dan Organisasi Kementerian
Kelautan dan Perikanan RI.
Jhonson
memaparkan Indonesia telah mendapatkan pengakuan sebagai Negara kepulauan.
Wilayah Indonesia sebagian besar laut dengan potensi yang besar. Menurut data
mengenai potensi perikanan diasumsikan ada 6,51 juta ton pertahun, atau 8,2%
dari potensi ikan laut dunia.
Jika
dilihat dari populasi jumlah penduduk ada 2,7 juta berstatus nelayan, 70%
nelayan berpendidikan hanya tamatan Sekolah Dasar (SD). Data statistik 95,6%
nelayan tradisional. Tradisional ini sering dikaitkan dengan kondisi
ekonominya. Dari data nelayan Indonesia sebagian besar nelayan yang
dikategorikan miskin.
“Kenapa
dia (nelayan) miskin karena sumber pendapatnnya kecil, padahal potensinya
begitu besar. Betapa pentingnya membuat sebuah kebijakan dalam bentuk UU
Khususnya melindungi nelayan supaya dengan potensi yang ada dapat mengembangkan
melalui pemberdayaan nelayan itu sendiri,” tegasnya.
Kepala
Biro PUU bidang Ekkuindag Nunu Nugraha Khuswara menjelaskan bahwa diskusi ini
terkait dengan penyusunan naskah akademik dan draf RUU tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Nelayan.
“RUU
tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan sudah masuk dalam Prolegnas
prioritas Tahun 2015, dengan nomor urut 14. PUU mendapatkan tugas dari Komisi
IV untuk menyusun Naskah Akademik dan Draf RUU, sejak bulan Februari 2015,”
ungkapnya. (as).
Posting Komentar