Anggota
Komisi V DPR RI Rendy Lamajido berjanji dan berusaha semaksimal mungkin agar
dalam revisi UU Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi bersih dari
berbagai kepentingan politik dalam pertenderan sebagaimana selama ini
dikeluhkan masyarakat, karena terbukti banyaknya bangunan, gadung sekolah,
jembatan yang roboh dan merugikan negara.
“Pada
prinsipnya UU konstruksi itu meilputi tiga hal; yaitu kemandirian, independensi
dan profesionalisme. Kita berharap putra-putri Indonesia bangkit menjadi
kontraktor yang hebat agar tidak dikuasai oleh asing. Yang terpenting lagi
tidak berbaur dengan politik dan pemerintah harus ikut bertanggunjawab,” tegas
Rendy Lamajido dalam forum legislasi ‘Revisi UU Jasa Konstruksi’ bersama
anggota Komisi V DPR RI FPKB, Jazilul Fawaid di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa
(31/3/2015).
Ia
yakin jika ke depan dengan UU Konstruksi ini tak lagi bisa bermain-main dengan
politik, karena ada lembaga arbitrase, akreditasi, lembaga pengawas, hanya
penyedia jasa dan pengguna jasa, sehingga setiap tahapan jasa konstruksi akan
terkontrol dengan baik. “LPJKN akan mengontrol setiap tahapan jasa konstruksi,
sehingga akan mampu melakukan pengawasan secara cermat dan bertanggungjawab,”
ujar Rendy yang juga Ketua Lembaga Pengawas Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN)
ini.
UU
Nomor 18 tahun 1999 tersebut mulai berlaku sejak tahun 2000, ujarnya, namun
yang dominan hanya independensinya, sehingga pemerintah tidak bisa melakukan
pengawasan secara maksimal. “UU ini mengangkangi pemerintah, sehingga terjadi
kekisruhan dalam sertifikasi akibat ada permainan uang dan perusahaan yang
keluar tidak bisa dipertanggungjawabkan. Maka, setelah 15 tahun ini kita
mendorong UU ini lebih baik dan lebih ketat lagi,” ungkap Rendy.
Sementara
Jazillul Fawaid menyoroti banyaknya bangunan dan gedung yang roboh selama ini,
akibat tidak mempertimbangkan standar keselamatan. Oleh karenanya, tegas
Jazilul, UU Jasa Konstruksi ini harus dilengkapi dengan sanksi hukum yang
tegas, agar kontraktor dalam menjalankan pekerjaannya benar-benar profesional
dan independen dengan mempertimbangkan berbagai aspek; baik ketahanan bangunan,
keselamatan, design yang sesuai dengan budaya bangsa, dan asing harus
bekerjasama dengan Indonesia.
“Kita
hampir setiap hari menyaksikan gedung dan jembatan yang roboh karena tidak ada
sanksi hukum yang tegas terhadap kontraktor bangunan. Padahal, banyak menelan
korban jiwa. Untuk itu, ke depan harus ada sanksi yang tegas terhadap
perusahaan jasa konstruksi yang tidak profesional dan tidak pula
bertanggungjawab,” mantapnya.(sc).
Posting Komentar